Showing posts with label partisipasi masyarakat. Show all posts
Showing posts with label partisipasi masyarakat. Show all posts

Saturday, July 21, 2012

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat


Dari sekian banyak tahapan pemberdayaan masyarakat, kita akan mengambil beberapa model yang cukup populer seperti :
  1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.
  2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian
  3. Menerapkan rencana tersebut
  4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi / M&E)
Kemudian temuan-temuan monitoring dan evaluasi dikaji (kembali ke tahap (a). Kemudian rencana perlu disesuaikan atau, kalau tujuan sudah tercapai, akan disusun rencana pengembangan baru (tahap (b). Pelaksanaan tahap-tahap di atas sering jalan bersamaan dan lebih bersifat proses yang diulangi terus-menerus. PM kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya.


Konsep dasar pemberdayaan

Konsep sederhana tentang pemberdayaan masyarakat, yaitu : suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di dalam pengertian sederhana tersebut, ternyata ada empat kata kunci yang maknanya sangat strategis, yaitu :Pertama, adalah kata “proses yang berjalan terus menerus”. Kata ini bukan saja merujuk pada adanya nilai kesinambungan atau kontinyuitas, tapi ternyata juga merujuk pada adanya proses yang sistematis, alamiah serta seimbang. Artinya di dalam prosesnya sendiri ada ukuran-ukuran idealisme output dengan kemampuan realisasinya secara obyektif. Kedua, “adanya peningkatan kemampuan”. Proses berkesinambungan tadi tetap saja harus diikuti dengan konsistensi terhadap tujuan proses itu sendiri, yakni pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Artinya apa yang dilakukan haruslah ada input positifnya bagi masyarakat yang menjadi subyek pemberdayaan. Masyarakat bukanlah sapi perahan yang hanya dibutuhkan ketika punya kepentingan untuk memerahnya. Ketiga, “ adanya peningkatan kemandirian”. Kemandirian bagi masyarakat adalah sesuatu yang cukup penting nilianya. Nilai ini penting karena di dalam makna mandiri ternyata ada sejumlah faktor yang mempengaruhi sejauhmana tingkat kemandirian sebuah pihak pada pihak yang lain. Adapun faktor-faktor itu adalah : fasilitas, daya dukung finansial, Keempat, “ bertujuan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik”. Dalam cakupan kata-kata ini, berarti menunjukkan bahwa pemberdayaan selain mengandung aspek skill atau kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang, ia juga haruslah berorientasi ke depan. Dalam kerangka ini, peningkatan taraf hidup dinilai hal yang signifikan dengan tujuan besar pemberdayaan.


Pemberdayaan Untuk Kesejahteraan Sosial


Pemberdayaan masyarakat secara substansi berarti proses memajukan, mengembangkan, dan memperbesar kemampuan masyarakat. Dalam kaitan ini, masyarakat yang ada bukan saja diarahkan pada kemajuan fisik (materi) namun juga pada kemajuan nilai-nilai non materi. Dengan begitu pemberdayaan masyarakat bukan saja membutuhkan SDM (masyarakat atau fasilitator), modal dan sarana, tapi juga membutuhkan nilai-nilai yang jelas, yang akan memandu serta mengorientasikan ke arah mana perubahan akan dilakukan. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan berfungsi bukan menjadi obyek tapi menjadi subyek. Merekalah yang secara bersama-sama akan menentukan ke arah mana mereka akan berkembang. Konsekuensi hal ini, jelas fasilitator pemberdayaan (atau pihak yang akan mengajak pada perubahan) harus mampu “berdekatan secara sehat” dengan masyarakat. Maksudnya, fasilitator bukan menjadikan dirinya menjadi Supermen. Tokoh hebat yang mampu membantu setiap orang melakukan segalanya tanpa kesulitan yang berarti. Fasilitator juga bukan bos, yang tanpa diminta membagi-bagikan uang kepada siapapun. Fasilitator adalah bagian lain dari masyarakat yang berupaya menjadi jembatan bagi peningkatan, pengembangan dan perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Selama ini, pihak-pihak pengembang masyarakat, terutama pemerintah, seringkali berfungsi menjadi bos bagi masyarakat. Masyarakat diperlakukan menjadi obyek dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Perlakuan inilah yang “membunuh” potensi kemandirian masyarakat secara perlahan. Masyarakat akhirnya hanya mampu menggantungkan proses peningkatan dan pengembangannya pada pemerintah. Dalam lingkup seperti inilah proses pembangunan masyarakat berjalan. Makanya tidak mengherankan, begitu bantuan dari pemerintah berkurang maka masyarakat langsung menjadi panik. Ini barangkali yang menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan ketika akan kembali lagi “mendekati” masyarakat dengan maksud mengembangkannya. Dari proses yang berjalan selama ini, persoalan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan oleh pemerintah dengan model keputusan dari atas ke bawah (‘top-down’). Rencana program pengembangan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat (atas) dan dilaksanakan oleh Instansi Propinsi dan Kabupaten. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya.
Dari kondisi ini, konsep perubahan masyarakat sekarang mengalami pergeseran. Dari yang tadinya masyarakat sebagai obyek menjadi masyarakat sebagai subyek. Pendekatan yang dilakukan kemudian dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, atau dikenal dengan model “Pemberdayaan Masyarakat” (Community Development). Dasar proses pemberdayaan masyarakat ini sendiri adalah adanya penggabungan dari dua unsur yang ada dalam masyarakat, yakni pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dengan begitu, pemberdayaan masyarakat diharapkan akan berjalan secara terus menerus dengan partisipasi masyarakat yang juga utuh. Ini semua tidak lain dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses panjang tersebut, masyarakat diupayakan secara bersama-sama. PM kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya.


Tujuan Pelatihan Masyarakat


Untuk lebih fokusnya pemberdayaan yang dilakukan, secara ideal para pengembang masyarakat (fasilitator) harus memiliki kemampuan, wawasan serta pengalaman yang memadai sebagai fasilitator lapangan untuk program pemberdayaan masyarakat. Kaitan dengan hal tersebut, jelas tidak mungkin kalau fasilitator yang akan diterjunkan tanpa melalui pelatihan yang intensif. Pelatihan ini diperlukan bukan saja untuk membekali ilmu dan wawasan fasilitator, tapi juga akan membekali fasilitator dengan berbagai metode dan pemecahan masalah yang akan dihadapi di lapangan. Pengalaman-pengalaman dalam pelatihan, yang dilakukan dengan pendekatan workshop akan mempermudah peserta pelatihan sampai pada kemampuan praktis.Paska pelatihan, diharapkan muncul sebuah tim yang siap terjun ke masyarakat. Tim inilah yang akan melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat secara intens. Pemberdayaan Masyarakat yang difasilitasi secara serius oleh sebuah tim diarapkan akan mampu mempercepat proses perbaikan yang ada. Tim ini secara ideal terdiri dari petugas lapang serta staf lain dari Instansi yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Sangatlah penting petugas lapangan memahami konsep dan tahap-tahap Pemberdayaan Masyarakat: mereka akan menjadi fasilitator proses tersebut, kelancaran dan keberhasilannya sangat tergantung fasilitator. Memfasilitasi proses Pemberdayaan Masyarakat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus. Untuk staf lain yang berkaitan dengan proses PM, pelatihan sangat penting agar mereka bisa menyesuaikan kegiatan-kegiatan Instansi serta sistem koordinasi dan manajemennya dengan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Untuk mengikuti pelatihan ini, peserta harus mampu menulis dan membaca. Idealnya jumlah peserta yang terlibat tidak lebih dari 20 orang. Tujuan dari pelatihan ini sendiri adalah : Meningkatkan pemahanan peserta terhadap konsep Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan Keluaran-keluaran yang diharapkan dari pelatihan ini meliputi:
  1. Peserta memahami arti, tujuan dan sasaran Pemberdayaan Masyarakat
  2. Peserta memahami peran fasilitator dalam Pemberdayaan Masyarakat
  3. Peserta tahu tahap-tahap dalam Pemberdayaan Masyarakat
  4. Peserta mampu men-sosialisasikan Pemberdayaan Masyarakat di wilayahnya
Yang ada dalam seluruh penjelasan tadi, tentu saja akan tinggal konsep semata kalau tanpa ada kemauan yang kuat dan kemampuan yang memadai dari para pengambil kebijakan yang ada. Ingat, bahwa tanpa ada kemauan untuk mencoba melakukan pemberdayaan, sampai kapanpun, kita tidak akan pernah punya pengalaman memberdayakan masyarakat. Sekali lagi, mari rapatkan shaf, susun barisan, memberdayakan masyarakat.


Kajian Partisipatif


Sekilas tentang Metode PRA dalam Pemberdayaan
Latar Belakang PRA
Ø Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) atau disebut metode pengkajian pedesaan secara partisipatif adalah salah satu metode pemberdayaan masyarakat yang digunakan di Indonesia. Metode ini juga yang salah satunya digunakan oleh Konsorsium Pengembagan dataran Tinggi Nusa Tenggara (KPDTNT) sejak tahun 1993.
Apa itu PRA
Ø Jika istilah Participatory Rural Appraisal (PRA) diterjemahkan secara harfiah atau kata per kata maka artinya adalah“Penilaian/Pengkajian/Penelitian (Keadaan) Desa Secara Partisipatif”.
Ø PRA memang dimaksudkan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat (diterjemahkan sebagi “keikutsertaan” masyarakat). Dalam hal ini kegiaatn pembangunan dimiliki sendiri oleh masyarakat dan yang ikut serta adalah “orang luar” yakni para petugas di lembaga-lembaga pembangunan masyarakat pada kegiatan masyarakat.
Mengapa PRA
Ø Alasan munculnya PRA1. Adanya kritik thd pendekatan pembangunan yang top down2. Munculnya pemikiran tentang pendekatan partisipatif3. PRA sebagai pendekatan alternatif
Prinsif-Prinsif PRA
Ø Dalam PRA ada 11 prinsif yang harus diingat :
  1. Prinsif mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
  2. Prinsif pemberdayaan (Penguatan) Masyarakat
  3. Prinsif masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator
  4. Prinsif saling belajar dan menghargai perbedaan
  5. Prinsif santai dan informal
  6. Prinsif triangulasi (keanekaragaman)
  7. Prinsif mengoptimalkan hasil
  8. Prinsif orientasi praktis
  9. Prinsif keberlanjutan dan selang waktu
  10. Prinsif belajar dari kesalahan
  11. Prinsif terbuka
Visi dan Tujuan PRA
Ø Visi : Perubahan sosial dan pemberdayaan (penguatan) masyarakat agar mampu mengurangi ketimpangan. Membantu mencapai kesejahteraan yang adil dan merata. Beberapa catatan dari visi tadi adalah :1. Pemberdayaan masyarakat sebagai perubahan perilaku serta pereubahan sosial, 2.Pendidikan masyarakat sebagai pendidikan orang dewasa
Ø Tujuan PRA
  1. Tujuan Praktis (tujuan jangka pendek)
Menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut.
  1. Tujuan Strategis (Jangka panjang)
Mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.


Sukses Berkomunikasi


Komunikasi merupakan sebuah jembatan untuk membangun suatu hubungan. Sulit membayangkan apa yang akan terjadi di dunia ini jika tidak ada komunikasi. Kemampuan berkomunikasi identik dengan keberhasilan dalam karier, keluarga dan hubungan sosial. Seorang komunikator handal memiliki peluang untuk meraih sukses yang  seluas-luasnya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan supaya kita dapat mengembangkan seni berkomunikasi.

1. Menyimak dgn seksama
Dalam kaligrafi tiongkok, kata komunikasi diartikan sebagai seni mendengar. Kita menjadi lebih bijaksana  bukan ketika berbicara, tetapi ketika mendengarkan. Inti komunikasi sebenarnya bukanlah seberapa fasih kita berbicara, namun seberapa jauh kita dapat mendengarkan dan menyimak pesan komunikasi orang lain.

2. Memahami makna sebuah pesan
Sebuah kata belum tentu menjadi sarana untuk menyampaikan pesan. Sebuah ekpresi dapat secara jujur menyampaikan pesan ada apa sebenarnya. Ekspresi tdk bisa menyembunyikan rahasia.

3. Mengenal gaya komunikasi
Setiap orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda satu dengan yang lain. Gaya komunikasi ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa sebab seperti : latar belakang ras, etnis, budaya, latar belakang pendidikan serta pengaruh lingkungan yang ada dan mempengaruhi seseorang. Dengan gaya komonikasi yang kita miliki, kita menjadi khas di depan orang lain. Dalam berkomunikasi sebaiknya tidak mengubah-ubah gaya komunikasi secara terus-menerus, karena selain menunjukan ketidakkonsistetan kita, hal ini juga berakibat pada munculnya kesalahpahaman komuniaksi yang terjadi.

4. Memilih saat yang tepat
Berkomunikasi tidak semata-mata sebuah pesan bisa disampaikan, namun menyangkut pula bagaimana suasana ketika proses penyampaian pesan berlangsung pada pihak lain. Pemilihan suasana inilah yang sedikit banyak mempengaruhi perasaan yang tercipta saat pesan disampaikan. Semakin tepat kita memilih momentum, semakin mudah pesan bisa diterima dengan baik. Dalam suasana yang kurang  kondusif, sebaik apapun isi pesan yang disampaikan bisab jadi akan mengalami bias. 

5. Memberi apresiasi
Apresiasi kita terhadap siapapun amat berperan dalam komunikasi. Dengan apresiasi positif yang kita kembangkan, memudahkan kita diterima oleh siapapun. Setiap orang pada dasarnya suka diapresiasi dengan baik oleh orang lain maupun lingkungannya. Apresiasi positif juga menumbuhkan munculnya empati dari pihak lain. Dan, jika sebuah komunikasi ini sampai pada penumbuhan rasa empati, dipastikan komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang cukup baik dan berkualitas. 


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More