Showing posts with label pendampingan. Show all posts
Showing posts with label pendampingan. Show all posts

Saturday, July 21, 2012

Pendekatan Masyarakat

Dalam pengembangan masyarakat muncul dan berkembang bermacam-macam model pendekatan yang dapat dimanfaatkan. Sering kali masyarakat mendapat bantuan fisik dari pihak luar. Namun sering kali juga bantuan tidak berlanjut dan setelah program selesai bantuan tersebut tidak bermanfaat bagi masyarakat. Untuk jangka pendek masalah dapat dipecahkan, tetapi untuk jangka panjang tidak ada perbaikan. Pada intinya, Sangatlah penting bagi petugas lapang untuk mengetahui apa itu Pemberdayaan Masyarakat dan apa perbedaannya dengan Pembinaan. Pembinaan adalah intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat ‘diikutkan’ sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai ‘pembina’. Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana masyarakat didampingi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, masyarakat difasilitasi oleh pihak luar untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan mengakses dan menggunakan sumber daya setempat. Dengan demikian, pemecahan masalah dan pengembangannya berkelanjutan dan ketergantungan masyarakat pada pihak-pihak dan bantuan luar dapat dikurangi.


Tahapan Pemberdayaan Masyarakat


Dari sekian banyak tahapan pemberdayaan masyarakat, kita akan mengambil beberapa model yang cukup populer seperti :
  1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.
  2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian
  3. Menerapkan rencana tersebut
  4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi / M&E)
Kemudian temuan-temuan monitoring dan evaluasi dikaji (kembali ke tahap (a). Kemudian rencana perlu disesuaikan atau, kalau tujuan sudah tercapai, akan disusun rencana pengembangan baru (tahap (b). Pelaksanaan tahap-tahap di atas sering jalan bersamaan dan lebih bersifat proses yang diulangi terus-menerus. PM kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya.


Konsep dasar pemberdayaan

Konsep sederhana tentang pemberdayaan masyarakat, yaitu : suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di dalam pengertian sederhana tersebut, ternyata ada empat kata kunci yang maknanya sangat strategis, yaitu :Pertama, adalah kata “proses yang berjalan terus menerus”. Kata ini bukan saja merujuk pada adanya nilai kesinambungan atau kontinyuitas, tapi ternyata juga merujuk pada adanya proses yang sistematis, alamiah serta seimbang. Artinya di dalam prosesnya sendiri ada ukuran-ukuran idealisme output dengan kemampuan realisasinya secara obyektif. Kedua, “adanya peningkatan kemampuan”. Proses berkesinambungan tadi tetap saja harus diikuti dengan konsistensi terhadap tujuan proses itu sendiri, yakni pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Artinya apa yang dilakukan haruslah ada input positifnya bagi masyarakat yang menjadi subyek pemberdayaan. Masyarakat bukanlah sapi perahan yang hanya dibutuhkan ketika punya kepentingan untuk memerahnya. Ketiga, “ adanya peningkatan kemandirian”. Kemandirian bagi masyarakat adalah sesuatu yang cukup penting nilianya. Nilai ini penting karena di dalam makna mandiri ternyata ada sejumlah faktor yang mempengaruhi sejauhmana tingkat kemandirian sebuah pihak pada pihak yang lain. Adapun faktor-faktor itu adalah : fasilitas, daya dukung finansial, Keempat, “ bertujuan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik”. Dalam cakupan kata-kata ini, berarti menunjukkan bahwa pemberdayaan selain mengandung aspek skill atau kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang, ia juga haruslah berorientasi ke depan. Dalam kerangka ini, peningkatan taraf hidup dinilai hal yang signifikan dengan tujuan besar pemberdayaan.


Pemberdayaan Untuk Kesejahteraan Sosial


Pemberdayaan masyarakat secara substansi berarti proses memajukan, mengembangkan, dan memperbesar kemampuan masyarakat. Dalam kaitan ini, masyarakat yang ada bukan saja diarahkan pada kemajuan fisik (materi) namun juga pada kemajuan nilai-nilai non materi. Dengan begitu pemberdayaan masyarakat bukan saja membutuhkan SDM (masyarakat atau fasilitator), modal dan sarana, tapi juga membutuhkan nilai-nilai yang jelas, yang akan memandu serta mengorientasikan ke arah mana perubahan akan dilakukan. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan berfungsi bukan menjadi obyek tapi menjadi subyek. Merekalah yang secara bersama-sama akan menentukan ke arah mana mereka akan berkembang. Konsekuensi hal ini, jelas fasilitator pemberdayaan (atau pihak yang akan mengajak pada perubahan) harus mampu “berdekatan secara sehat” dengan masyarakat. Maksudnya, fasilitator bukan menjadikan dirinya menjadi Supermen. Tokoh hebat yang mampu membantu setiap orang melakukan segalanya tanpa kesulitan yang berarti. Fasilitator juga bukan bos, yang tanpa diminta membagi-bagikan uang kepada siapapun. Fasilitator adalah bagian lain dari masyarakat yang berupaya menjadi jembatan bagi peningkatan, pengembangan dan perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Selama ini, pihak-pihak pengembang masyarakat, terutama pemerintah, seringkali berfungsi menjadi bos bagi masyarakat. Masyarakat diperlakukan menjadi obyek dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Perlakuan inilah yang “membunuh” potensi kemandirian masyarakat secara perlahan. Masyarakat akhirnya hanya mampu menggantungkan proses peningkatan dan pengembangannya pada pemerintah. Dalam lingkup seperti inilah proses pembangunan masyarakat berjalan. Makanya tidak mengherankan, begitu bantuan dari pemerintah berkurang maka masyarakat langsung menjadi panik. Ini barangkali yang menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan ketika akan kembali lagi “mendekati” masyarakat dengan maksud mengembangkannya. Dari proses yang berjalan selama ini, persoalan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan oleh pemerintah dengan model keputusan dari atas ke bawah (‘top-down’). Rencana program pengembangan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat (atas) dan dilaksanakan oleh Instansi Propinsi dan Kabupaten. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya.
Dari kondisi ini, konsep perubahan masyarakat sekarang mengalami pergeseran. Dari yang tadinya masyarakat sebagai obyek menjadi masyarakat sebagai subyek. Pendekatan yang dilakukan kemudian dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, atau dikenal dengan model “Pemberdayaan Masyarakat” (Community Development). Dasar proses pemberdayaan masyarakat ini sendiri adalah adanya penggabungan dari dua unsur yang ada dalam masyarakat, yakni pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dengan begitu, pemberdayaan masyarakat diharapkan akan berjalan secara terus menerus dengan partisipasi masyarakat yang juga utuh. Ini semua tidak lain dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses panjang tersebut, masyarakat diupayakan secara bersama-sama. PM kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya.


Tujuan Pelatihan Masyarakat


Untuk lebih fokusnya pemberdayaan yang dilakukan, secara ideal para pengembang masyarakat (fasilitator) harus memiliki kemampuan, wawasan serta pengalaman yang memadai sebagai fasilitator lapangan untuk program pemberdayaan masyarakat. Kaitan dengan hal tersebut, jelas tidak mungkin kalau fasilitator yang akan diterjunkan tanpa melalui pelatihan yang intensif. Pelatihan ini diperlukan bukan saja untuk membekali ilmu dan wawasan fasilitator, tapi juga akan membekali fasilitator dengan berbagai metode dan pemecahan masalah yang akan dihadapi di lapangan. Pengalaman-pengalaman dalam pelatihan, yang dilakukan dengan pendekatan workshop akan mempermudah peserta pelatihan sampai pada kemampuan praktis.Paska pelatihan, diharapkan muncul sebuah tim yang siap terjun ke masyarakat. Tim inilah yang akan melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat secara intens. Pemberdayaan Masyarakat yang difasilitasi secara serius oleh sebuah tim diarapkan akan mampu mempercepat proses perbaikan yang ada. Tim ini secara ideal terdiri dari petugas lapang serta staf lain dari Instansi yang terlibat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Sangatlah penting petugas lapangan memahami konsep dan tahap-tahap Pemberdayaan Masyarakat: mereka akan menjadi fasilitator proses tersebut, kelancaran dan keberhasilannya sangat tergantung fasilitator. Memfasilitasi proses Pemberdayaan Masyarakat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus. Untuk staf lain yang berkaitan dengan proses PM, pelatihan sangat penting agar mereka bisa menyesuaikan kegiatan-kegiatan Instansi serta sistem koordinasi dan manajemennya dengan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Untuk mengikuti pelatihan ini, peserta harus mampu menulis dan membaca. Idealnya jumlah peserta yang terlibat tidak lebih dari 20 orang. Tujuan dari pelatihan ini sendiri adalah : Meningkatkan pemahanan peserta terhadap konsep Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan Keluaran-keluaran yang diharapkan dari pelatihan ini meliputi:
  1. Peserta memahami arti, tujuan dan sasaran Pemberdayaan Masyarakat
  2. Peserta memahami peran fasilitator dalam Pemberdayaan Masyarakat
  3. Peserta tahu tahap-tahap dalam Pemberdayaan Masyarakat
  4. Peserta mampu men-sosialisasikan Pemberdayaan Masyarakat di wilayahnya
Yang ada dalam seluruh penjelasan tadi, tentu saja akan tinggal konsep semata kalau tanpa ada kemauan yang kuat dan kemampuan yang memadai dari para pengambil kebijakan yang ada. Ingat, bahwa tanpa ada kemauan untuk mencoba melakukan pemberdayaan, sampai kapanpun, kita tidak akan pernah punya pengalaman memberdayakan masyarakat. Sekali lagi, mari rapatkan shaf, susun barisan, memberdayakan masyarakat.


Pendampingan dalam Pemberdayaan


Sangat beragam definisi pemberdayaan masyarakat yang berkembang hingga saat ini, salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Ife (1995:182),
“Providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community”.
(Menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri).
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Korten, dalam konteks pekerjaan sosial, Payne dalam Adi (2003:h.54) mengemukakan bahwa:
Proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM)  maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan. Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.
Sumodiningrat (2009:104-106) lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:
clip_image001 Motivasi
Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.
clip_image001[1] Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan
Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan sumber penghidupan mereka sendiri dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.
clip_image001[2] Manajemen diri
Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.
clip_image001[3] Mobilisasi sumber
Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian, dan penggunaan sumber-sumber ini perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
clip_image001[4] Pembangunan dan pengembangan jaringan
Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
Dalam strategi pemberdayaan masyarakat, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat khususnya masyarakat miskin. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakat ini disebut juga dengan penguatan kapasitas (capacity building). Penguatan kapasitas ini merupakan suatu proses dalam pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan atau merubah pola perilaku individu, organisasi, dan sistem yang ada di masyarakat untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Melalui penguatan kapasitas ini, maka masyarakat dapat memahami dan mengoptimalkan potensi yang mereka miliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas ini adalah melalui pendampingan. Jadi, strategi pendampingan sangat efektif dan efisien dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena dengan adanya pendampingan maka kapasitas masyarakat dapat dikembangkan atau diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Ditulis Oleh : Merto Siwan B.
Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial ‘06
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Sumber Referensi:
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas : Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Sumodiningrat, Gunawan. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa: Menanggulangi Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Ife, Jim.1995.Community Development: Creating Community Alternatives Vision Analysis & Practise. Sydney: Addison Wesley Longman Australia Pty Ltd.


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More