Saturday, July 21, 2012

Konsep dasar pemberdayaan

Konsep sederhana tentang pemberdayaan masyarakat, yaitu : suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di dalam pengertian sederhana tersebut, ternyata ada empat kata kunci yang maknanya sangat strategis, yaitu :Pertama, adalah kata “proses yang berjalan terus menerus”. Kata ini bukan saja merujuk pada adanya nilai kesinambungan atau kontinyuitas, tapi ternyata juga merujuk pada adanya proses yang sistematis, alamiah serta seimbang. Artinya di dalam prosesnya sendiri ada ukuran-ukuran idealisme output dengan kemampuan realisasinya secara obyektif. Kedua, “adanya peningkatan kemampuan”. Proses berkesinambungan tadi tetap saja harus diikuti dengan konsistensi terhadap tujuan proses itu sendiri, yakni pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam berbagai dimensinya. Artinya apa yang dilakukan haruslah ada input positifnya bagi masyarakat yang menjadi subyek pemberdayaan. Masyarakat bukanlah sapi perahan yang hanya dibutuhkan ketika punya kepentingan untuk memerahnya. Ketiga, “ adanya peningkatan kemandirian”. Kemandirian bagi masyarakat adalah sesuatu yang cukup penting nilianya. Nilai ini penting karena di dalam makna mandiri ternyata ada sejumlah faktor yang mempengaruhi sejauhmana tingkat kemandirian sebuah pihak pada pihak yang lain. Adapun faktor-faktor itu adalah : fasilitas, daya dukung finansial, Keempat, “ bertujuan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik”. Dalam cakupan kata-kata ini, berarti menunjukkan bahwa pemberdayaan selain mengandung aspek skill atau kemampuan serta keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang, ia juga haruslah berorientasi ke depan. Dalam kerangka ini, peningkatan taraf hidup dinilai hal yang signifikan dengan tujuan besar pemberdayaan.


Pemberdayaan Untuk Kesejahteraan Sosial


Pemberdayaan masyarakat secara substansi berarti proses memajukan, mengembangkan, dan memperbesar kemampuan masyarakat. Dalam kaitan ini, masyarakat yang ada bukan saja diarahkan pada kemajuan fisik (materi) namun juga pada kemajuan nilai-nilai non materi. Dengan begitu pemberdayaan masyarakat bukan saja membutuhkan SDM (masyarakat atau fasilitator), modal dan sarana, tapi juga membutuhkan nilai-nilai yang jelas, yang akan memandu serta mengorientasikan ke arah mana perubahan akan dilakukan. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan berfungsi bukan menjadi obyek tapi menjadi subyek. Merekalah yang secara bersama-sama akan menentukan ke arah mana mereka akan berkembang. Konsekuensi hal ini, jelas fasilitator pemberdayaan (atau pihak yang akan mengajak pada perubahan) harus mampu “berdekatan secara sehat” dengan masyarakat. Maksudnya, fasilitator bukan menjadikan dirinya menjadi Supermen. Tokoh hebat yang mampu membantu setiap orang melakukan segalanya tanpa kesulitan yang berarti. Fasilitator juga bukan bos, yang tanpa diminta membagi-bagikan uang kepada siapapun. Fasilitator adalah bagian lain dari masyarakat yang berupaya menjadi jembatan bagi peningkatan, pengembangan dan perubahan masyarakat menjadi lebih baik. Selama ini, pihak-pihak pengembang masyarakat, terutama pemerintah, seringkali berfungsi menjadi bos bagi masyarakat. Masyarakat diperlakukan menjadi obyek dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Perlakuan inilah yang “membunuh” potensi kemandirian masyarakat secara perlahan. Masyarakat akhirnya hanya mampu menggantungkan proses peningkatan dan pengembangannya pada pemerintah. Dalam lingkup seperti inilah proses pembangunan masyarakat berjalan. Makanya tidak mengherankan, begitu bantuan dari pemerintah berkurang maka masyarakat langsung menjadi panik. Ini barangkali yang menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan ketika akan kembali lagi “mendekati” masyarakat dengan maksud mengembangkannya. Dari proses yang berjalan selama ini, persoalan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan oleh pemerintah dengan model keputusan dari atas ke bawah (‘top-down’). Rencana program pengembangan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat (atas) dan dilaksanakan oleh Instansi Propinsi dan Kabupaten. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya.
Dari kondisi ini, konsep perubahan masyarakat sekarang mengalami pergeseran. Dari yang tadinya masyarakat sebagai obyek menjadi masyarakat sebagai subyek. Pendekatan yang dilakukan kemudian dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, atau dikenal dengan model “Pemberdayaan Masyarakat” (Community Development). Dasar proses pemberdayaan masyarakat ini sendiri adalah adanya penggabungan dari dua unsur yang ada dalam masyarakat, yakni pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dengan begitu, pemberdayaan masyarakat diharapkan akan berjalan secara terus menerus dengan partisipasi masyarakat yang juga utuh. Ini semua tidak lain dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses panjang tersebut, masyarakat diupayakan secara bersama-sama. PM kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok di mana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Untuk pengembangan kelompok ada kegiatan-kegiatan khusus yang sedang dilaksanakan dan juga ada kegiatan lainnya.


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More